Gen Z Memiliki Pandangan Perihal Bahasa Daerah

Bengkulu, Beritarafflesia. Com – Generasi z memiliki pandangan tersendiri perihal bahasa daerah, karena pasalnya mereka kerap disebut sebagai kambing hitam atas ancaman kepunahan suatu bahasa. 

Seorang peneliti Bahasa Bengkulu Hellen Astria mengakui jika sikap pengguna bahasa menjadi penyumbang ancaman kepunahan bagi daerah. 

Sikap akan malu bila berbahasa daerah di lingkungan pertemanan sehari-hari berujung pada ketidak inginan menggunakan bahasa daerah.

Selanjutnya, benarkah generasi Z enggan melestarikan bahasa daerah.  Erika (20) mengakui tak bisa berbahasa daerahnya sendiri walaupun sedikit. 

Hal tersebut dikarenakan tidak diajarkan oleh kedua orang tuanya semenjak masa kecil.

Padahal dia mengakui jika orang tuanya adalah masyarakat desa Seginim,  kabupaten Bengkulu Selatan, yang sehari-hari berbahasa Melayu dialek Serawai. Sampai kini pun ia sulit untuk belajar bahasa asal ibunya.

Baca Juga  FRONT PEMBELA RAKYAT LAPOR KE KOMPOLNAS MEMINTA 8 ANGGOTA DEWAN DI TETAPKAN TERSANGKA KORUPSI DPRD SELUMA 2017

“Agak malu juga jika tidak bisa bahasa daerah sendiri, jika tidak bisa gimana. Sekarang saya merantau ke kota Bengkulu untuk membuat peluang saya belajar bahasa daerah semakin sedikit,” ucap Erika.

Ia mengakui jika ia berperan dalam membuat bahasa daerah di Kota Bengkulu dalam posisi sangat rentan akan tetapi , ia sangat yakin masih ada kesempatan untuk belajar bahasa daerah.

Ia juga menuturkan jika banyak teman sebayanya merasa gengsi dalam berbahasa daerah secara kesannya dianggap kuno dan ketinggalan zaman, karena saat ini gen z justru mempopulerkan bahasa baru atau istilah slang.

Sama halnya dengan Lira (21) mahasiswi asal Bengkulu Utara ini merupakan penutur bahasa Rejang yang fasih. 

Baca Juga  Milad Ke-107, Gubernur Rohidin Apresiasi Peran Aisyiayah dalam Pembangunan Bengkulu

Namun, ia hanya menggunakan bahasa daerah jika sedang berada di kampung halaman atau bersama keluarga dekat.

Selama kuliah di Kota Bengkulu, ia juga mendapati sesama masyarakat Rejang Bengkulu Utara, akan tetapi tidak berbahasa daerah. 

Melainkan ketika saat berkumpul mereka lebih menggunakan bahasa Melayu atau Bahasa Indonesia bahkan bahasa asing.

“Kalau bisa saya bisa bahasa Rejang akan tetapi ketika bersama teman bahasa tersebut tidak dipakai, sungkan aja rasanya. Alasan saya karena teman saya ada orang Rejang dan orang Selatan bahkan  campur-campurlah,” kata Lira (09/10/24)

Ia menuturkan jika kelestarian bahasa daerah berada di tangan generasi muda saat ini. 

Baca Juga  Pemprov Lepas Ekspor Perdana, 8500 Ton Cangkang Sawit Ke Thailand

Jika generasi muda enggan berbahasa daerah, maka bisa jadi bahasa yang saat ini masih didengar akan menjadi bahasa yang langka di masa mendatang.

Sementara itu Duta Bahasa Provinsi Bengkulu Dhani Putra mengatakan jika generasi muda saat ini tidak bisa berbahasa daerah, maka bisa dipastikan generasi selanjutnya tidak akan bisa. 

Hal ini memperbesar peluang kerentanan sebuah bahasa menjadi kepunahan.

Ia mengajak agar generasi muda khususnya generasi Z, tidak akan malu bahkan sadar menjadi penerus budaya bahasa yang diwariskan leluhur sebagai sebuah kekayaan. 

Dengan mengenali bahasa daerah melalui lewat percakapan, lagu dan belajar bersama teman sebaya. (Ayy)

Share