Seluma, Beritarafflesia.com– Akhirnya Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu resmi menetapkan Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Kabupaten Seluma Eddy Soepriady atas dugaan tindak pidana korupsi terkait Anggaran Kegiatan Pengelolaan Pemeliharaan Kendaraan Dinas dan Bahan Bakar Minyak (BBM) tahun 2017 lalu
Dari pantauan media ini tim Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Bengkulu telah melimpahkan berkas perkara Sekretaris Dewan (Sekwan) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu Eddy Soepriady yang sudah di tetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Pengguna Anggaran Kegiatan Pengelolaan Pemeliharaan Kendaraan Dinas dan Bahan Bakar Minyak (BBM) tahun 2017 di lingkungan Sekretariat DPRD Kabupaten Seluma bersama berkas perkara ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu, Selasa (20/10/2021)
Kasi Penkum Kejati Bengkulu, Martin Luther mengatakan, usai di limpahkan oleh penyidik, tersangka ditahan oleh JPU Kejati selama 20 hari kedepan di Mapolda Bengkulu.
“Alasan kita menahan tersangka yaitu dikhawatirkan tersangka melarikan diri dan menghilangkan alat bukti. Penahanan juga untuk mempermudah proses penuntutan,” Jelas Marthin.
Diketahui kronologis sebelumnya bahwa penyidik Polda Bengkulu menetapkan Eddy Supriadi sebagai tersangka pada pertengahan Agustus 2020 lalu, karena Eddy dinilai bertanggung jawab atas kerugian negara yang ditimbulkan pada anggaran BBM dan pemeliharaan kendaraan dinas DPRD Seluma tahun 2017. Mengingat pada kasus tersebut, Eddy bertindak sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Namun saat itu Edy belum ditahan.
Tak hanya Eddy yang terseret dalam kasus tersebut, sebelumnya pihak penyidik sudah menetapkan dua orang tersangka yakni Fery Lastoni selaku PPTK dan Syamsul Asri selaku bendahara. Kemudian dua orang ini sudah sidangkan dan telah di vonis oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Bengkulu masing-masing 1 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsidari 1 bulan kurungan.
Sebelumnya Eddy pernah dihadirkan dalam persidangan sebagai saksi pada bulan Februari 2020 lalu. Saat itu Eddy mengaku dia tidak tahu mekanisme keuangan, yang lebih tahu adalah bagian keuangan. Eddy juga mengaku dirinya hanya menandatangani laporan pertanggung jawaban tanpa melakukan pengecekan penggunaan anggaran terlebih dahulu.
Dari pernyataan tersebut Karena Eddy tidak tahu proses pembayaran pencairan BBM tidak sesuai struk dan menimbulkan kerugian Rp 700 juta. Alasannya, struk BBM tidak pernah ia terima, akhirnya menyebabkan kerugian negara dan timbul adanya dugaan korupsi tersebut senilai Rp 900 juta. Dari jumlah Rincian anggaran Rp 436 juta untuk suku cadang dan Rp1,2 miliar untuk belanja Bahan Bakar Minyak Demikian” (mmn)