Beritarafflesia.com- Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) membuat semuanya serba dilanda ketidakpastian. Tidak terkecuali penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2020.
Setelah sempat ditunda untuk waktu yang tidak ditentukan, seluruh pemangku kepentingan akhirnya memutuskan pemungutan suara digelar 9 Desember 2020, dari sebelumnya 23 September 2020.
Keputusan tersebut sesuai amanat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Pilkada yang telah disahkan dan diundangkan sebagai UU Nomor 6 Tahun 2020.
Atas keputusan ini, banyak pihak yang menyangsikan kesuksesan gelaran pesta demokrasi itu. Sebab, pandemi diperkirakan membuat masyarakat di 270 daerah penyelenggara pilkada serentak 2020 enggan datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk menggunakan hak suaranya karena takut tertular Covid-19.
Namun demikian, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI selaku pihak penyelenggara justru berpandangan lain. Lembaga yang dipimpin Arief Budiman itu optimistis tingkat partisipasi tetap tinggi. Bahkan, KPU RI menargetkan tingkat partisipasi pemilih dalam pilkada serentak 2020 mencapai 77,5 persen atau sama dengan target pemilihan umum (pemilu) serentak 2020.
Menurut Arief Budiman, optimisme tersebut muncul mengingat kultur masyarakat Indonesia yang sering tertarik dengan hal baru. Pilkada serentak kali ini, menurutnya, juga merupakan hal baru karena dilaksanakan di tengah pandemi. Sehingga, dirinya berharap itu dapat mendorong masyarakat untuk tetap menggunakan hak suaranya.
Di samping itu, kesuksesan Korea Selatan dalam menggelar pemilu parlemen pada pertengahan April lalu juga menjadi pemicu lahirnya optimisme ini. Seperti diketahui, Negeri Gingseng itu tetap menggelar pemilu parlemen justru di saat pandemi Covid-19 berada di titik tertingginya.
Akan tetapi, hal tersebut ternyata tidak menyurutkan keinginan warganya untuk menyalurkan hak suara. Malahan, pemungutan suara yang berlangsung pada 15 April 2020 itu mencatakan sejarah baru, yakni tingkat partisipasi sebesar 66,2 persen yang merupakan tertinggi sejak 1992. Menurut KPU Korea Selatan (NEC), salah satu kunci keberhasilan ini adalah kepatuhan warga menerapkan protokol kesehatan.
Oleh karenanya, jika seluruh tahapan pilkada serentak hingga hari pemungutan suara dapat berjalan dengan sukses, KPU RI menilai telah mewariskan hal baik bagi generasi yang akan datang. Kalaupun ada bencana nonalam seperti Covid-19 lagi saat penyelenggaraan pemilu maupun pilkada di kemudian hari, maka Indonesia sudah siap.
Sebagai informasi, berdasarkan catatan KPU RI, tren partisipasi pemilih pada tiga pilkada serentak sebelumnya cenderung meningkat. Pada 2015, partisipasi pemilih mencapai 70 persen. Kemudian naik lagi menjadi 74,5 persen pada 2017 dan menurun sedikit menjadi 73,24 persen pada 2018.
Sementara, berdasarkan data Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih) milik KPU RI per 1 November 2020, jumlah pemilih yang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) pilkada serentak 2020 dari 32 Provinsi di Indonesia adalah sebanyak 100.359.152 orang.
TPS Bebas Covid-19
Salah satu upaya yang dilakukan KPU RI agar tingkat partisipasi pemilih pada pilkada kali ini sesuai target, atau bahkan lebih, adalah dengan memastikan penerapan protokol kesehatan yang ketat di setiap TPS sehingga para pemilih aman dari Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19 saat mencoblos. Terkait itu, KPU RI pun telah menggelar simulasi pemungutan dan penghitungan suara.
Hingga 14 November 2020, KPU RI setidaknya sudah melakukan lima kali simulasi pemungutan dan penghitungan suara. Adapun protokol kesehatan yang akan diterapkan nanti, salah satunya adalah membatasi waktu memilih bagi warga dari total waktu yang ditentukan.
Maksudnya, warga tidak bisa lagi bebas memilih mau datang ke TPS pada pukul berapa dari waktu pemungutan suara antara 07.00 sampai 13.00. Nantinya, informasi waktu pemilihan akan diberitahukan dalam formulir C yang dibagikan oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS) di setiap TPS.
Misalnya, seorang pemilih mendapatkan waktu pemilihan pada pukul 09.00-10.00. Maka yang bersangkutan hanya diperbolehkan menyalurkan hak suaranya pada waktu tersebut. Cara ini dimaksudkan untuk mengurangi kerumunan di TPS selama proses pemungutan dan penghitungan suara.
Selain itu, KPU juga telah menyiapkan 13 kebutuhan tambahan lainnya yang akan disediakan di TPS sebagai bagian dari penerapan protokol kesehatan di hari pencoblosan.
Beberapa di antaranya, seperti tempat cuci tangan dan sabun, hand sanitizer, masker, alat pengukur suhu, alat semprot disinfektan, sarung tangan plastik untuk pemilih, sarung tangan medis untuk Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), hingga bilik khusus bagi pemilih yang memiliki suhu badan di atas normal atau 37,3 derajat celcius.
Menurut KPU, penyemprotan disinfektan akan dilakukan secara berkala selama proses pemungutan dan penghitungan suara, yakni sebelum proses pemungutan, pada pertengahan masa pencoblosan, dan di akhir proses pemungutan.
Kemudian, KPU juga mengimbau pemilih agar membawa alat tulis sendiri dari rumah untuk mengisi daftar hadir. Kalaupun tidak membawa, petugas KPPS tetap menyiapkan dan setelah dipakai akan disemprot hand sanitizer.
Selanjutnya, KPU juga akan mengganti mekanisme tinta celup bagi pemilih yang telah menyalurkan hak suaranya. Kini tinta celup diganti dengan tinta tetes untuk mengurangi kontak antarpemilih selama proses pencoblosan. Seusai mencoblos, petugas KPPS akan meneteskan tinta ke jari pemilih.
Untuk antisipasi pemilih bersuhu badan di atas normal, KPU menyiapkan pula dua baju hazmat di setiap TPS. Untuk bisa mencoblos, pemilih tersebut diwajibkan menggunakan baju hazmat sebelum memasuki bilik khusus yang telah disediakan di TPS.
Adapun hasil evaluasi dari simulasi ini akan menjadi bahan pertimbangan KPU dalam menyempurnakan Peraturan KPU (PKPU) maupun pedoman teknis tentang pemungutan dan penghitungan suara yang akan digelar pada 9 Desember 2020.
Diharapkan, persiapan yang matang ini dapat membuat pelaksanaan pilkada serentak 2020 tetap aman dari Covid-19 sehingga tidak menurunkan antusiasme para pemilih. Sekaligus juga tetap berjalan demokratis meski digelar di tengah pandemi. Pasalnya, salah satu indikator kesuksesan sebuah pesta demokrasi adalah tingginya partisipasi pemilih.