Bengkulu, Berittarafflesia.com – Setelah dilakukan pemerikasaan oleh penyidik Subdit Tipikor Direktorat Reserse Khusus Polda Bengkulu terhadap tiga orang tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan Gedung Akademik Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Curup, Kabupaten Rejang Lebong 2018.
Tiga orang tersangka yang ditetapkan diantaranya BG selaku PPTK, BH selaku kontraktor atau pemborong dan EN selaku pemodal. Senin (09/11) siang Penyidik Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Bengkulu, melimpahkan berkas perkara tiga tersangka tersebut kepada penyidik Kejati Bengkulu.
Dikatakan Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Bengkulu, Kombes Pol Dedy Setyo Yudo Pranoto melalui Kasubdit Tipikor, Kompol. Imam Wijayanto menyampaikan, berkas masing-masing tiga orang tersangka tahap pertama korupsi IAIN Curup telah di serahkan ke Kejati Bengkulu.
“Ya, jadi harapan kita semoga penyerahan berkas perkara ini lengkap dan selesai tanpa bolak balik lagi dan selanjutnya kita menunggu petunjuk dari pihak Kejati selama 14 mudah-maudahan berkas berkara lengapk,” ujar Imam.
Lanjutnya, berdasarjan pantauan yang telah dicek Penyidik Subdit Tipikor Polda Bengkulu telah mengantongi kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Bengkulu. Kerugian negara yang ditimbulkan dari dugaan korupsi pembangunan gedung tersebut Rp 10 Miliar.
Total anggaran proyek pembangunan gedung itu senilai Rp 28 miliar dan dilaksanakan pada 2018. Dengan sumber dana dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Kemenag RI. Karena, pekerjaannya diduga bermasalah proyek diputus kontrak. Dari pekerjaan yang diputus kontrak tersebut nilainya Rp 10 miliar, kerugian negara berdasarkan audit Rp 10 miliar. Tiga orang tersangka yang ditetapkan memiliki peran paling besar dan paling bertanggung jawab dengan korupsi tersebut.
Sekedar mengingatkan, pembangunan gedung akademik tersebut dilaksanakan berdasarkan kontrak pada Agustus 2018 dan selesai pada 31 Desember 2018 atau 114 hari kalender. Akan tetapi pekerjaannya diduga bermasalah sehingga akhir 2018 proyek tidak selesai. Sempat diberi tambahan waktu sampai 40 hari, tetapi proyek tidak juga selesai sehingga pada Februari 2019, proyek diputus kontrak. Kerugian negara diduga Rp 28 miliar. Diduga terjadi mark up dalam pekerjaan fisik, sehingga proyek tersebut bermasalah.