BENGKULU,Beritarafflesia.Com-Dalam waktu dekat ada wacana Laut Bengkulu akan beroperasi perusahaan tambang penyedot pasir laut untuk orientasi ekspor ke luar negeri untuk mensejahterakan rakyat asing merusak ekosistem laut Bengkulu, seperti mereklamasi laut di Singapura.
Salah satu daerah di Indonesia yang marak eksploitasi pasir laut adalah Kepulauan Riau. Sejak 1976 hingga 2002, pasir dari perairan Kepri dikeruk untuk mereklamasi Singapura. Volume ekspor pasir ke Singapura sekitar 250 juta meter kubik per tahun (Kompas, 16/2/2003).
Menanggapi wacana tersebut Ketua LSM Green Sumatera Syaiful Anwar, SH mengajak semua aktivis dan LSM lingkungan di Provinsi Bengkulu menolak wacana penambangan pasir laut yang akan merusak ekosistem laut Bengkulu yang membahayakan keselamatan penduduk pesisir laut, menghilangkan sumber penghidupan nelayan, kehilangan mata pencaharian.
“Kalau pemerintah daerah di Bengkulu memberi izin perusahaan beroperasi, ini sangat berbahaya. Laut akan dieksplorasi dan dieksploitasi secara massif makin dalam disedot pasir (sedimen) justru semakin memperluas abrasi (longsor di dalam laut), merusak ekosistem laut, dan makin memperbesar jangkau ombak laut menghantam hingga ke pemukiman rakyat pesisir.” Ungkap Syaiful, Sabtu, (15/7/2023)
Syaiful menegaskan Ekspor pasir laut kembali secara massif akan dibuka diseluruh daerah di Indonesia termasuk di Provinsi Bengkulu, justru terbitnya dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023. Tambang pasir laut dikhawatirkan mengancam ekosistem pesisir pulau-pulau kecil. Bertentangan dengan Undang-Undang Republik Indonesia No 1 Tahun 2014
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Syaiful menduga PP ini lahir di belakang layar terjadi perebutan kewenangan pengelolaan antara Kementerian ESDM dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) karena alasan “cuan” yang besar.
“Pemerintah menggunakan istilah pengelolaan sedimentasi laut dalam PP No 26/2023. Sebenarnya, peraturan itu arahnya amat jelas untuk melegalkan penambangan pasir laut, alasan cuan yang sangat besar, termasuk wacana perusahaan pengeruk pasir laut dalam waktu dekat masuk ke Bengkulu.”Tegas Syaiful.
Menanggapi hal tersebut Ketua LSM Front Pembela Rakyat (FPR) satu barisan mendukung LSM Green Sumatera tolak perusahaan tambang pasir beroperasi dan mengekpoitasi laut Bengkulu.
“Sebagai Rakyat Bengkulu yang cinta daerah ini, FPR satu barisan dengan kakawan-kawan Green Sumatera tolak kehadiran perusahaan tambang pasir laut di Bengkulu.” Tegas Rustam dari Jakarta, Sabtu (15/7/2023)
Rustam mengingatkan operasi perusahaan tambang batu bara dan perkebunan di Provinsi Bengkulu baik legal maupun ilegal efek buruknya sudah sangat meresahkan lebih membawa kerugian bagi kerusakan hutan, pencemaran laut dan sungai, banjir yang mengancam hidup rakyat.
“Jangan lagi pemerintah daerah menambah beban kerusakan lingkungan dan kemiskinan rakyat secara struktural, dengan mengizinkan perusahaan tambang pasir mengesploitasi dan merusak laut Bengkulu hanya karena alasan investasi, orientasi cuan yang justru merugikan, membawa dampak buruk kerusakan lingkungan yang akan dirasakan anak-cucu di masa depan.”Tutup Rustam.(BR1)