Aliansi Peduli Bumi Rafflesia Lakukan Aksi Tuntut Pemerintah Pro Lingkungan

Aliansi Peduli Bumi Rafflesia Lakukan Aksi Tuntut Pemerintah Pro Lingkungan

Bengkulu,Beritarafflesia.com-Aliansi Peduli Bumi Rafflesia Bengkulu yang berjumlah 13 lembaga, terdiri dari mahasiswa, pelajar, Organisasi Kepemudaan dan Organisasi Masyarakat Sipil menuntut pemerintah membuat kebijakan pro lingkungan, saat melakukan Aksi Peringatan Hari Bumi di depan Kantor DPRD Provinsi Bengkulu pada Senin 22 April 2024.

Koordinator aksi M.Ghifar Alfarizsy menyampaikan, aksi ini dikemas dalam kegiatan pawai, orasi di Panggung Peduli Bumi dan dilanjutkan dengan penandatanganan surat pernyataan sikap serta penyerahan pernyataan sikap kepada DPRD Provinsi Bengkulu.

“Aksi ini dilakukan dengan cara berjalan dari Taman Budaya Bengkulu sampai ke Kantor DPRD Provinsi Bengkulu, dilakukan orasi dan penyerahan pernyataan sikap,” ujar Ghifar.

Perwakilan BEM Universitas Bengkulu, Ridhoan P Hutasuhut, dalam momentum Hari Bumi tahun ini mereka menyampaikan keresahan masyarakat dari sabang sampai merauke bahwa bumi nusantara bumi nenek moyang kita telah digerogoti dan dikeruk habis oleh orang yang tidak bertanggung jawab, perusahaan merajalela, tambang semakin luas.

“Kami mengutuk anggota DPR RI dalam menyikapi kebijakan yang ada, dengan aksi ini kami menuntut DPRD Provinsi Bengkulu untuk membentuk kebijakan yang adil untuk rakyat dan lingkungan,” kata Ridhoan.

Ridhoan juga menyampaikan, tuntutan yang disampaikan dilatarbelakangi dengan kondisi bumi Bengkulu saat ini yakni menumpuknya sampah plastik yang memenuhi pantai dan kawasan lingkungan lainnya yang menyebabkan kerusakan lingkungan, berdampak pada kesehatan serta mengganggu keindahan alam maka pemerintah harus mengambil sikap mengenai pengurangan sampah plastik.

Belum ada kebijakan yang konkret dari pemerintah untuk menjawab persoalan sampah Provinsi Bengkulu, serta implementasi atas kebijakan yang ada juga masih sangat minim.

“Seperti halnya pengelolaan sampah di Kota Bengkulu yang hanya menggunakan proses pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan ke TPA yang saat ini, beberapa kondisinya sudah overload kapasitas seperti TPA air sebakul.” Katanya.

Kemudian rencana perluasan lahan pada TPA Air Sebakul, juga bukan solusi yang konkret jika di bagian hulunya tidak dikelola. Karena hanya melakukan penumpukan sampah, permasalahan ini seperti bom waktu untuk masyarakat dan mengundang masalah baru.

Kita mendorong Pemerintah Provinsi Bengkulu untuk memberikan solusi di bagian hulu yaitu lewat kebijakan karena solusi untuk sampah plastik tidak cukup hanya dengan pengelolaan sampah, karena plastik merupakan suatu produk yang harus dikurangi bahkan dihentikan penggunaannya. Maka dari itu kita butuh kebijakan yang mampu menertibkan masyarakat dengan memberikan solusi atas akar masalah.

Penetapan RTRW Provinsi Bengkulu Tahun 2023 – 2042 terindikasi hanya memberikan karpet merah yang sebesar-besarnya kepada investasi untuk mengeksploitasi sumber daya alam di Provinsi Bengkulu. Diantaranya mengakomodasi kepentingan PLTU Batubara Teluk Sepang, pertambangan, perkebunan, perikanan, dan pariwisata dengan mengabaikan kepentingan rakyat. Di sisi yang lain Pemerintah Provinsi Bengkulu juga telah menghilangkan Hak peran serta masyarakat secara bermakna dalam proses pengambilan kebijakan mulai dari proses pembahasan pelaksanaan dan penetapan kebijakan. Hal ini, merupakan sebuah kemunduran demokrasi dan merupakan wujud ketidakterbukaan pemerintah bagi partisipasi para pihak untuk melakukan pengawasan kebijakan RTRW Provinsi Bengkulu.

Perubahan tata ruang di Provinsi Bengkulu juga belum sepenuhnya mempertimbangkan aspek resiko bencana. Mengingat Provinsi Bengkulu sebagai wilayah yang memiliki tingkat resiko tinggi terhadap ancaman bencana, diantaranya gempa bumi, tsunami, gunung api, banjir, tanah longsor, kekeringan, cuaca ekstrim, gelombang ekstrim dan abrasi, serta kebakaran hutan dan lahan. Pada tahun 2022, Data Bencana Indonesia mencatat terdapat 3 bencana yang mendominasi di Bengkulu yaitu Banjir, tanah longsor dan puting beliung. Bencana yang terjadi beberapa tahun terakhir di Provinsi Bengkulu merupakan dampak dari salah urus tata kelola sumberdaya alam oleh pemerintah Provinsi Bengkulu. Salah urus tata kelola sumber daya alam terakumulasi menjadi rangkaian peristiwa yang menyebabkan terjadinya Bencana Ekologis, contohnya banjir di kota dan kabupaten di Provinsi Bengkulu tahun 2019 dan banjir di Kabupaten Lebong, Kota Bengkulu, Kabupaten Seluma tahun 2024.

Bahwa krisis iklim merupakan suatu krisis yang dialami masyarakat di seluruh dunia yang disebabkan oleh perubahan iklim. Perubahan iklim terjadi karena meningkatnya konsentrasi gas karbondioksida dan gas-gas lainnya yang menyebabkan gas efek rumah kaca. Konsentrasi gas rumah kaca yang semakin meningkat membuat lapisan atmosfer semakin tebal.

Berdasarkan beberapa fakta tersebut Aliansi Peduli Bumi Raflesia menyatakan sikap yaitu Mendesak Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu untuk membentuk Peraturan Daerah (PERDA) tentang pembatasan penggunaan plastik sekali pakai.

Selanjutnya, Mendesak Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu untuk segera melakukan Transisi energi dari energi fosil menjadi energi bersih yang adil dan berkelanjutan.

Menolak pengesahan PERDA No : 3 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bengkulu tahun 2023-2043.

Mendesak Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu untuk merealisasikan putusan Mahkamah Konstitusi No : 35 Tahun 2012 tentang Hak Ulayat masyarakat hukum adat dan meminta Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu untuk mendorong Pemerintah Pusat segera mengesahkan Rancangan Undang – Undang tentang perlindungan dan pengakuan hak masyarakat adat.

Dan Mendesak Pemerintah Provinsi Bengkulu untuk mendorong Pemerintah Pusat agar segera merumuskan Rancangan Undang Undang (RUU) Keadilan Iklim.(BR1)

Share

Tinggalkan Balasan