Beritarafflesia.com – Wakil Gubernur (Wagub) Bengkulu Rosjonsyah berharap harga Tandan Buah Segar (TBS) kembali normal. Hal ini disampaikan Wagub Rosjonsyah saat menghadiri acara pengukuhan pengurus Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Provinsi Bengkulu, di Hotel Santika, Senin (27/06/22).
Pengukuhan tersebut mengusung tema ‘Penguatan Kelembagaan dan Kemitraan Kelapa Sawit Rakyat Bengkulu’. Di dalamnya terdapat Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN).

Dalam kesempatan itu, Wagub Rosjonsyah memberikan apresiasi yang tinggi untuk APKASINDO atas peran aktif dan upaya meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) petani sawit.
Adanya petani sawit berkualitas, memberikan kontribusi yang sangat besar untuk dapat meningkatkan produktivitas kebun kelapa sawit yang ada di Provinsi Bengkulu.
“Provinsi Bengkulu ini memiliki potensi CPO 1.300 ribu ton per tahun. Tapi pelabuhan kita masih berada di kelas 3. Oleh karena itu, dari sekian ribu ton hasil CPO yang masuk di pelabuhan hanya sebanyak 300 ribu ton saja, selebihnya mengalir ke daerah lain PAD nya,” jelas wagub Rosjonsyah.
“Kedepan saya akan berkoordinasi dengan bapak Gubernur untuk menyurati kementerian. Kita soundingkan terkait regulasi pencabutan larangan CPO dan FO-nya,” tambahnya.

“Kita akan berupaya meminta pencabutan larangan ekspor CPO, FO dan juga DMO-nya supaya setara harganya dengan daerah lain tapi dengan catatan seluruh pelaku usaha mematuhi kewajiban DMO 20%,” tambahnya lagi.
Ketua Umum APKASINDO Gulat Manurung mengatakan, petani yang tergabung dalam APKASINDO hanya meminta hak yang seharusnya, dan tidak memberatkan sebagai petani mandiri.
“Kami di APKASINDO tidak mau dianggap anak bawang. Petani sawit di Bengkulu juga memiliki potensi yang besar dalam menyumbang PAD daerah,” ungkap Gulat Manurung.
Pelarangan ekspor CPO berdampak pada penurunan harga pembelian kelapa sawit secara sepihak oleh Pabrik Kelapa Sawit (PKS). Penetapan harga sepihak oleh PKS dikhawatirkan akan menimbulkan keresahan dan konflik nantinya.
“Ketentuan harga beli TBS yang diatur dalam Permentan No. 1 tahun 2018 hanya diperuntukan petani yang bermitra, di Provinsi Bengkulu yang bermitra dengan perusahaan hanya 7% selebihnya 93 %-nya petani mandiri, makanya ini berdampak besar terhadap petani mandiri. Karena regulasinya tertera Pabrik Kelapa Sawit (PKS) tidak wajib melindungi dan patuh terhadap petani yang belum bermitra,” tutupnya.