Poto: Ilustrasi
TALANG EMPAT, Beritarafflesia.com – Kasus-kasus dugaan korupsi yang sedang ditangani Aparat Penegak Hukum (APH) baik itu kepolisian maupun kejaksaan di Bengkulu Tengah (Benteng) sebagaimana diketahui menyeret sejumlah nama ASN yang berstatus pejabat, seperti yang terjadi pada kasus dugaan penyimpangan pada proyek APBN di Dinas Nakertrans kabupaten Bengkulu tengah.
Dalam kasus tersebut telah menyeret Kepala dinas nakertrans dan dua orang bawahannya yang saat ini sudah bersetatus sebagai tersangka (tsk). Tak hanya itu, ternyata Dinas Nakertrans kabupaten Bengkulu tengah saat ini diam-diam sedang bermasalah dengan kasus lain, yakni dugaan penyimpangan dana retribusi Tenaga Kerja Asing (TKA) yang sedang ditangani oleh Polres Benteng.
Kemudian yang menjadi perhatian publik, tentang adanya dugaan korupsi anggaran penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) tahun 2013 dan 2014, yang saat ini masih bergulir di kejaksaan negeri Bengkulu tengah.
Untuk di ketahui dari pantauan media ini, Bahwa dalam kasus dugaan korupsi anggaran penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) tahun 2013 dan 2014 ini, pihak penyidik dari kejaksaan negeri benteng telah memanggil dan memeriksa lima orang sebagai saksi, Dua diantaranya ASN aktif, satu pensiunan ASN serta dua orang dari pihak perusahaan rekanan.
Menanggapi proses hukum yang menjerat pejabat dan ASN di lingkungan pemerintah kabupaten Bengkulu tengah ini,menurut praktisi politik dan pemerintahan Unib, Drs. Mirza Yasben, M.Soc, Sc menyarankan agar pejabat yang terlibat hukum akibat korupsi tersebut supaya mundur dari jabatannya. Karena selain bisa fokus menjalani proses hukum, supaya tidak menganggu kinerja di pemerintahan., Kemudian, dengan inisiatif pengunduran diri pejabat itu dari jabatannya, dapat menjaga citra atau nama baik pemerintah daerah di mata publik.
“Secara etika, seyogyanya demi kelancaran roda pemerintahan, lebih baik pejabat yang terlibat kasus korupsi mengundurkan diri dari jabatannya. Memang kalau secara prosedur ASN atau pejabat yang korupsi ini belum memiliki setatus hukum tetap.Tapi karena hukum tetap Berbicara pasti kinerjanya akan terganggu” Apa lagi bagi seorang pejabat yang kesehariannya bekerja menjalankan roda pemerintahan. Jangankan masalah hukum, masalah rumah tangga saja, bisa mengganggu konsentrasi dalam bekerja,”Tegas Mirza.
Ia juga menambahkan, Untuk diketahui, pada kasus dugaan korupsi anggaran penyusunan RDTR, kejaksaan sudah menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik). Namun hingga kini penyidik belum ada menetapkan tersangkanya.
“ Saya hanya sekadar mengulas, anggaran kegiatan RDTR ini memakan anggaran hingga mencapai Rp 647 juta. Anggaran sebesar ini berasal dari APBD Benteng tahun 2013 senilai Rp 317 (Tiga Ratus Tujuh Belas Juta Rupiah). Kemudian pada tahun anggaran 2014 kegiatan penyusunan RDTR ini di anggarkan kembali senilai Rp 330 juta. Maka dari itu saya berharap kepada rekan-rekan media agar memantau kasus yang sedang bergulir di kejari Benteng tersebut, karena sampai saat ini meskipun sudah lama di usut kejari, tapi belum ada penetapan tersangka”Ungkapnya.(JP)